Aliansi Mahasiswa Papua memiliki Orientasi Perjuangan yang dengan tegas telah diatur untuk memperjuangkan Kemerdekaan Papua Barat. Perjuangan AMP adalah bagian integral dari Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat, tidak ada orientasi lain, selain orientasi tersebut yang harus diperjuangkan dalam jangka waktu yang sangat cepat.

Orientasi Perjuangan selanjutnya setelah kemerdekaan Papua Barat diraih kembali, maka AMP mempunyai tugas sejarah selanjutnya untuk berjuang bersama rakyat guna membentuk tatanan masyarakat Papua Barat yang:

a. Demokratis Secara Politik

Perjuangan mewujudkan demokrasi yang benar-benar menjadi kedaulatan penuh rakyat adalah tujuan utama dari setiap organisasi yang berjuang menegakan demokrasi tersebut ditengah berbagai pilihan demokrasi yang berkembang, harapan akhir dari perjuangan demokrasi adalah terbentuknya sebuah tatanan masyarakat baru yang partisiptaif, berdaulat penuh dan mengakses suluruh keputusan yang menggunakan mekanisme demokrasi bagi kepentingan banyak orang.

Secara praksis, rakyat Papua telah diajarkan secara budaya bagaimana cara berdemokrasi yang baik, hampir setiap struktur massa-rakyat yang terbentuk lewat suku-suku di Papua, telah diperlihatakn oleh hampir sebagian besar suku di Papua bahwa dalam setiap pengambilan keputusan, anggota suku berhak menentukan masa depan atau hal-hal yang terjadi diantara suku maupun keluar. Artinya dalam tindakan praksis demokrasi di Papua, sesungguhnya telah secara sistematis dilakukan lewat mekanisme-mekanisme demokrasi yang dijalankan oleh masing-masing suku berdasarkan kebiasaan mereka.

Sampai pada tahapan ini, Gerakan Mahasiswa Papua, khususnya Aliansi Mahasiswa Papua, harus menempatkan diri sebagai pendorong terjadinya demokrasi ideal sebagaimana telah terjadi dalam kehidupan suku-suku Papua untuk dirumuskan menjadi sebuah landasan demokrasi bersama dalam membangun sebuah negara yang akan merdeka nanti.

Demokrasi Kesukuan, sebuah diskursus dan tatanan nilai baru yang coba kita internalisasikan dan kemudian mengembagkannya keluar organisasi kita kepada basis massa dimana menjadi target pengorganisiran, pembasisan dan pedidikan politik kita, sebagai sebuah cita-cita perjuangan demokrasi kita dalam tatanan baru rakyat Papua yang masih belum berubah sampai saat ini. Maka perjuangan kita dalam bidang demokrasi dan politik adalah juga bagaimana mematrialkan Demokrasi Kesukuan secara praksis dalam tatanan social rakyat Papua disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan demokrasi modern yang saat ini berlaku diseluruh dunia.

Tidak ada satu varian ideologi manapun yang mampu kita terapkan di Papua sesuai dengan struktur kelas atau bangunan social masyarakat yang ada di Papua saat ini, kecuali sejak sekarang rekayasa social kearah pembentukan masyarakat pekerja lewat proses industirialisasi kita lakukan, harapan dari proses ini adalah majunya struktur kelas pekerja di Papua yang nantinya akan menjadi pelopor dalam memperjuangkan demokrasi-kerakyatan seperti yang saat ini cukup massif diperjuangkan diseluruh dunia oleh gerakan-gerakan buruh radikal. Tetapi strategi ini membutuhkan stamina jangka panjang dari organisasi yang saat ini kita jalankan, bukan dalam setahun, bukan dalam satu dasawarsa, bukan dalam puluhan tahun tapi bisa saja dalam hitungan abad, karena saat ini kita berhadapan dengan musuh politik yang paling lihai bermain atas nama demokrasi dan atas nama HAM, yaitu kapitalisme Internasional dengan demokrasi liberalnya yang saat ini menguasai seluruh panggung politik dan demokrasi negara-negara dunia.

Dengan demikian secara organisasional, perjuangan demokrasi yang harus kita lakukan dalam menegakan struktur demokrasi di Papua adalah dengan jalan memberikan pemahaman politik kehadapan massa-rakyat Papua tentang Demokrasi Kesukuan saat ini sambil mebuka diri untuk memperkenalkan strategi perjuangan demokrasi kita kepada gerakan Papua lainnya atau bahkan kepada jaringan prodemokrasi yang ada di Indonesia dan dunia internasional.

Di Indonesia dikenal demokrasi pancasila sebagaimana diagung-agungkan oleh Neo-Kolonialis Indonesia, dalam kenyataan tidak mendapat tempat yang layak ditengah suasana kolektif rakyat Papua, demokrasi pancasila hanya berlaku bagi tatanan social masyarakat yang berwatak feodalistik, mengapa? Karena secara social, struktur kelas yang terbangun di Papua adalah struktur kelas komunal primitive yang memiliki sifat dasar kolektivisme dan federatif dalam hubungan dengan suku-suku lain diantara rakyat Papua. Sehingga dengan demikian, kemajuan demokrasi yang dinamis diantara suku itu, harus dimaksimalkan lagi lewat metode perjuangan demokrasi kita.

Dari uraian singkat dan pembacaan kita yang belum tuntas terhadap sejarah perkembangan mssa-rakyat Papua saat ini, dan kebutuhan kita yang kuat atas perjuangan demokratisasi politik diantara rakyat Papua maka jalan sejarah yang harus diambil adalah dengan memaksimalkan pendidikan Ideologis kepada massa-rakyat Papua dengan memperkenal Demokrasi Kesukuan sebagai tujuan akhir atau tujuan ideologis yang kita perjuangkan untuk dimatrialkan dalam kehidupan kolektif rakyat Papua dalam situasi yang baru sama sekali, dalam arti bebas dari cengkeraman neo-kolonialisme Indonesia dan dari imperium Kapitalisme Global yang sedang menggejala saat ini dengan ekonomi Neoliberalsimenya.

Derivasi langsung dari Orientasi kedua gerakan organisasi kita yang dapat dipetakan lagi dalam program kerja organisasi kita, yaitu Mendorong Terciptanya Tatanan Massa-Rakyat Papua yang Demokratis Secara Politik adalah dengan cara:

Melakukan pendidikan politik secara massif mengenai Demokrasi Kesukuan kepada calon kader AMP dan DeMMaK yang menjadi kader ideologis dalam membesarkan perjuangan Demokrasi Kesukuan di Papua.

Secepat mungkin menyelesaikan analisis kita terhadap Sejarah Perkembangan Masyarakat Papua yang akan menjawab kebutuhan-kebutuhan organisasi soal Strategi dan Taktik Perjuangan yang tepat bagi perubahan social di Papua. Sasaran pembasisan, kaderisasi dan pendidikan politik adalah Masyarakat Adat, buruh, tani dan pelajar / mahasiswa.

b.Adil Secara Sosial

Sejak awal masuknya misionaris Eropa ke Papua, proses diskriminasi social sudah mulai dilakukan. Kehadiran gereja yang sangat penting peran sosial-nya dikemudian hari, ternyata berdampak buruk bagi masalah-masalah keadilan orang Papua. Pembasmian terhadap nilai-nilai budaya (agama adat) diantara suku-suku Papua yang menjadi target penginjilan, pemaksaaan pemakaian nilai baru dari luar (Eropa) dan tindakan diskriminatif lain para misionaris terhadap orang Papua dikemudian harus menjadi manifest dengan kehadiran Belanda sebagai produk resmi Kolonialisme / Imperialisme Eropa yang pada abad ke-16 telah memulai sebuah proses industrialisasi dan menanamkan pengaruh mereka diwilayah-wilayah baru di Asia, Afrika, Pasifik dan Amerika.

Kolonialisme Belanda tidak menemui titik eksploitasi manusia dalam rangka mendorong proses penjarahan eknomi mereka atas rakyat jajahannya di Papua karena struktur social yang berbeda dengan masyarakat Sumatera, Jawa Sulawesi, Kalimantan, Kep.Maluku, Kep. Timor dan berbagai nusa lain di Indonesia yang berwatak Feodal dan memiliki tanah-tanah perkebunan, persawahan dan hasil-hasil kelautan lainnya yang pada saat itu merupakan sumber utama ekspor Kolionial Belanda ke pasar-pasar Eropa Barat.

Baiklah analisis kita soal struktur ketidakadilan social yang dibangun oleh para penjajah terhadap rakyat Papua perlu diurai sehingga dalam melakukan sebuah perjuangan guna penciptaan tatanan massa-rakyat Papua yang Adil secara Sosial mendapat perhatian ideologis dari organisasi gerakan kita yang menjadi pelopor.

Struktur ketidakadilan social yang ada di Papua pada dasarnya menyangkut hak-hak ekonomi, hak budaya, hak hidup dan hak untuk melakukan usah-usaha mandiri guna memenuhi tuntutan obyektif perkembangan jaman, yang selama masa penjajahan Belanda sudah diletakkan dasar-dasarnya dan kemudian dilanjutkan secara lebih massif oleh Neo-Kolonialisme Indonesia sejak tahun 1962 sampai sekarang.

Proses ketidakadilan social bagi rakyat Papua dapat diuraikan secara mendetail dari beberapa aspek:
Struktur Politik
Secara budaya, tatanan politik suku-suku yang ada di Papua diatur berdasarkan mekanisme demokrasi ataupun hubungan social yang terjadi diantara para anggota suku. Ini merupakan struktur politik awal di Papua yang hidup dan berkembang sebelum masuknya misionaris (gereja) dan penjajah serta para pedagang dari luar Papua yang pada masa awal hubungan orang Papua dengan dunia luar memang dikenal oleh karena adanya hubungan dagang yang terjadi antara suku-suku Papua dengan para pedagang luar.

Struktur politik yang demikian tidak pernah menimbulkan bias penindasan diantara anggota suku, kecuali memang ada pelanggaran-pelanggaran adapt secara prinsipil yang dilanggar oleh anggota suku tertentu dan mengharuskan adanya pengasingan dari antara kediaman sukunya atau hukuman lain yang dianggap sesuai dengan neraca kesalahan yang dibuatnya.

Perubahan radikal terjadi dalam struktur politik suku-suku Papua karena masuknya para misionaris di Papua dan semakin diperkuat oleh masuknya para penjajah Belanda dan Indonesia sampai saat ini. Ketika kekuasaan sepenunya berada ditangan para penjajah, rekayasa demokrasi diterapkan dan menjadikan rakyat Papua kadang bereaksi biasa-biasa saja atau tidak mau tahu dengan persoalan, karena tradisi politik yang berbeda dan lagi mekanisme demokrasi politik yang sungguh jauh berbeda dari kebiasaan-kebiasaan rakyat (suku-suku) di Papua.

Struktur politik semi kapitalis diperkenalkan oleh Belanda. Rakyat Papua dipaksa memasuki sekolah-sekolah modern orang Belanda, baik yang dimiliki oleh para misionaris maupun pemerintah, yang tersebar di Papua, sebagai dampak, terjadi pergeseran nilai secara besar-besaran searah semakin kuatnya struktur penjajahan di Papua oleh Belanda dengan memperluas pembangunan strutur pemerintahan jajahannya dari tingkat distrik sampai pemerintahan propinsi. Faktor birokrasi, salah satu jiwa dari etika kapitalisme modern, menjadi factor penting terkooptasinya hak-hak politik rakyat Papua yang biasanya didesain lewat lembaga-lembaga politik tradisionalnya dimasing-masing suku dan bahkan dinegasikan dari sistim politik modern kaum penjajah.

Semangat untuk meminggirkan peran politik rakyat Papua semakin diperparah oleh kehadiran Neo-Kolonialisme Indonesia pada tahun 1962 yang rekayasa pengesahannya oleh PEPERA 1969 yang tidka adil dan demokratis bagi Bangsa Papua tersebut.

Jika pada masa pemerintahan koloniaisme Belanda, partisipasi politik aktif orang Papua dimuarakan pada pemakaian orang-orang Papua yang memang memiliki keahlian akan hal-hal tersebut, tetapi pada masa pemerintahan Neo-Kolonialis Indonesia struktur politik yang diperkenalkan adalah struktur politik feodalistik yang sama sekali bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya, kebiasaan hidup kolektif dan tindakan-tindakan politik orang Papua. Pada masa ini peran politik rakyat Papua dinegasikan sama sekali oleh Neo-Kolonialis Indonesia.

Secara umum dapat digarisbawahi bahwa proses penegasian peran politik orang Papua secara sistematis dilakukan oleh para penjajah termasuk juga oleh agama yang memang saat ini memiliki peran social sangat tinggi bagi rakyat Papua. Karena adanya mekanisme demokrasi yang tidak sesuai bagi rakyat Papua dan juga oleh pengendalian secara sistematis pada setiap potensi kritis rakyat Papua oleh penjajah mengakibatkan peminggiran hak-hak demokratik orang Papua untuk lebih banyak berperan pada struktur politik yang dibuat oleh kaum penjajah.
Struktur Eksploitasi Ekonomi Rakyat
Proses aneksasi secara paksa oleh Indonesia, yang didukung secara penuh oleh Amerika Serikat, sesungguhnya merupakan sikap dasar dari Kapitalisme yaitu adanya sumber-sumber ekonomi yang sangat menguntungkan bagi mereka, tanpa peduli rakyat setempat menjadi korban kejahatan kemanusiaan. Wilayah Papua secara geo-politik memiliki posisi yang sangat stategis, terletak pada batas samudera Pasifik bagian Barat, merupakan pintu masuk ke Selatan Pasifik dan sekaligus pembuka jalan bagi penguasaan wilayah bagian barat Papua, yaitu Asia Tenggara yang secara ekonomis juga memiliki cadangan sumber-sumber ekonomi yang menguntungkan bagi para kapitalis internasional.

Secara ekonomis, Papua merupakan ladang gas alam dan minyak bumi, uranium, emas dan tembaga, deposit mineral, hasil laut, hasil hutan dan berbagai sumber daya lain yang sangat menguntungkan secara ekonomis bagi eksploitasi para kapitalis. Deposit tambang dan gas alam yang melimpah ruah adalah sumber pencarian pokok kapitalis Amerika untuk memenuhi tuntutan penggunaan energi Amerika Serikat yang sampai saat ini mencapai 60% dari total penggunaan energi dunia. Papua memiliki semua sumber ekonomi tadi dan karenanya tidak ada alasan lain bagi penjajah untuk membiarkan Papua mengolah hasil-hasil sumber daya alamnya sendiri yang melimpah itu, maka jalan satu-satunya yang paling efektif adalah melakukan penjajahan langsung sehingga proses eksploitasi dengan mudah dilakukan tanpa perlu melibatkan rakyat Papua sebagai pemilik sah sumber-sumber ekonomi.

Penguasaan sumber-sumber ekonomi rakyat Papua pada akhirnya telah menggiring rakyat Papua pada suatu kebiasaan yang tidak manusiawi dari para penjajah terhadap rakyat Papua (Masyarakat Adat Papua). Perampasan hak-hak ulayat Masyarakat Adat Papua pada gilirannya telah berdampak pada hilangnya mata pencaharian suku-suku Papua dimana setiap kepentingan eksploitasi modal asing maupun modal Indonesia melakukan penjarahan sumber-sumber daya alam Papua.

Proses marjinalisasi, penindasan dan represi kaum penjajah atas Masyarakat Adat Papua diatas tanah ulayat mereka sendiri menjadi hal yang sangat biasa …..(lanjut)

Dengan demikian dalam Orientasi Gerakan AMP, satu hal penting yang juga merupakan turunan langsung dari Ideologi Politik Organisasi kita menemui titik kualitatif yang progresif-revolusioner dari bagian mana proses ketidakadilan social ini menemui momentum perlawanan rakyat Papua secara keseluruhan dari Sorong sampai Maroke. Jin nasionalisme Papua yang telah keluar dari lampu ajaibnya dari Tanah Papua bukanlah sebuah ilusi politik kosong dan yang dengan mudah dapat dihancurkan oleh para penjajah, sebab jin nasionalisme itu perlahan-lahan merubah diri menjadi sebuah kekuatan revolusioner sejati bagi perubahan structural dan perubahan kelas di Papua. Tinggal bagaimana peran organisasi gerakan memoles semangat revolusioner itu menjadi lebih baik dengan sasaran perlawanan yang jelas dan berdasarkan arahan Ideologis yang tepat dan berpihak pada rakyat.

Pembacaan yang jelas terhadap penguasaan sumber-sumber ekonomi oleh para penjajah atas hak-hak kolektif rakyat Papua menjadi sebuah acuan lain dari arahan Ideologi Politik AMP yang harus dipertajam kualitasnya dalam kerja-kerja politik yang lebih real dilapangan perjuangan Pembebasan Nasional Papua. Hendaknya masalah-msalah ekonomi politik seperti teruraikan secara singkat diatas dapat menjadi pisau analisis (dengan metode Analisis Marxisme) yang tepat berdasarkan struktur kelas yang trecipta di Papua saat ini. Dengan logika filsafat yang pas atau cocok dalam melakukan perubahan sejarah akan menjadikan segala strategi dan taktik perjuangan kita akan menjadi tepat sesuai dengan kebutuhan dan konsisi rakyat yang sedang melakukan perlawanan terhadap para penjahat ekonomi dan penjahat kemanusiaan bagi Bangsa Papua, yaitu Neo-Kolonialis Indonesia dan kroni Kapitalisme Internasionalnya, terutama Amerika Serikat.

c. Sejahtera Secara Ekonomi

Sesungguhnya setiap perjuangan politik dan ideologi yang terus dogerakkan oleh gerakan-gerkan revolusoioner diseluruh dunia sesungguhnya memiliki

d.Partisipatif Secara Budaya
Mendorong Terciptanya Tatanan Massa-Rakyat Papua yang Partisipatif Secara Budaya
Lanjut…!


Empat tugas pokok dari Orientasi Perjuangan AMP itulah yang sejak awal harus ditransformasikan kedalam kehidupan rakyat dalam bentuk pendidikan-pendidikan politik yang harus difasilitasi oleh organisasi. Ini merupakan tugas jangka panjang dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat yang dilakukan oleh AMP. Keempat orientasi pokok perjuangan politik AMP tersebut selanjutnya menjadi platform dasar organisasi dalam melakukan kerja-kerja politik : “Melawan Neo-Kolonialisme Indonesia, Melawan Neo-Liberalisme / Imperialisme Ekonomi Global dan Melawan Militerisme Indonesia”. Dengan visi dasar perjuangan politik AMP : “Membebaskan Negeri Papua Barat dari Segala Belenggu Penindasan Penjajahan Umat Manusia Dan Menciptakan Masyarakat Papua yang Berdaulat, Adil dan Sejahtera dengan Pembentukan Papua Barat sebagai Negara Merdeka”. Dan nilai-nilai dasar perjuangan politik AMP : HAM (Hak Menentukan Nasib Sendiri), Demokratis, Solidaritas, Kesetaraan, dan Swadaya.

Orientasi Perjuangan Organisasi Gerakan merupakan turunan awal dari Ideologi yang menjadi giroh atau semangat perjuangan dari setiap organisasi gerakan yang menginginkan sebuah perubahan social, ekonomi dan politik pada suatu tatanan masyarakat tertentu. Pada posisi perjuangan politik yang dilakukan oleh AMP, orientasi perjuangan organisasi mengarah pada tujuan-tujuan organisasi yang diturunkan dalam Strategi dan Taktik (Stratak) Perjuangan Politik AMP khususnya dalam Plat-Form dan Progam Politik AMP dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua.

Tujuan dari gerakan yang dilakukan oleh AMP adalah mencapai sebuah pengakuan hak menentukan nasib sendiri atau Self-Determination bagi Bangsa Papua yang termanipulasi oleh berbagai aspek ekonomi-politik bangsa-bangsa lain yang memiliki kepentingan eksploitasi dan penjarahan hak-hak ulayat masyarakat adat di Papua. Sejarah mengajarkan generasi Papua saat ini bahwa ada manipulasi sejarah atas aneksasi Papua Barat, maka perlu perjuangan kita dalam mencapai tujuan organisasi salah satunya adalah pelurusan sejarah sebagaimana telah diputuskan dalam Kongres Rakyat Papua II, 29 Juni – 4 Juli 2000 di Port Numbay, Papua. Agenda-agenda politik tersebut, termasuk agenda Pelurusan Sejarah, pada dasarnya merupakan turunan dari Orientasi Gerakan yang akan lebih banyak kita dirumuskan dalam Plat-Form Politik dan Program Politik serta isyu-isyu politik lainnya yang lebih praksis dilakukan pada kampanya-kampanye politik atas maupun kerja-kerja politik bawah antara lain pengembangan basis, proses kaderisasi dan pendidikan politik lebih luas kepada massa Mahasiswa dan rakyat Papua secara keseluruhan.

Maka dalam merumuskan Strategi dan Taktik Perjuangan, walaupun pembacaan kita terhadap Sejarah Perkembangan Massa-Rakyat Papua belum selesai, akan mengacu pada pijakan-pijakan politik atau arahan politik yang lebih fokus dari pembacaan kita terhadap sejarah perkembangan massa-rakyat Papua sehingga proses perjuangan kita akan tepat sasaran dan mengarah pada kualitas perjuangan yang lebih baik. Cita-cita akhir kita dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua adalah menciptakan tatanan massa-rakyat Papua yang Demokratis Secara Politik, Adil Secara Sosial, Sejahtera secara Ekonomi dan Partisipatif secara Budaya, semua hal itu akan terjadi jika Papua bebas dari cengkeraman Neo-Kolonialisme Indonesia dan Kapitalisme / Imperialisme Internasional.

Secara lebih rinci penjelasan terhadap praksis Orientasi Gerakan AMP akan dibuat lebih khusus pada Strategi dan Taktik Perjuangan Organisasi kita, tetapi penjelasan lebih umum soal Orientasi Gerakan kita akan diuraikan secara singkat dalam beberapa pokok pikiran berikut:
I. Memperjuangkan Pembebasan Nasional Papua dari Cengkeraman Neo-Kolonialisme Indonesia dan Kapitalisme (Imperialisme) Internasional
Sejarah Papua adalah sejarah yang termanipulasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi politik dari bangsa lain terutama Amerika Serikat, yang akhirnya mendorong Indonesia untuk melakukan aneksasi atas Papua Barat. Proses politik yang terjadi sebelum sebelum Pelaksanaan Pepera tahun 1969 adalah sebuah proses dimana kepentingan ideologi dunia mengambil peran yang cukup penting dalam proses sejarah Papua. Adalah Blok Kapitalis (Barat) yang dimotori oleh Amerika Serikat dan Blok Sosialisme-Komunisme yang dimotori oleh Uni Soviet yang memiliki peran politik sangat besar atas bargaining politik bagi nasib politik Papua hari ini.

Disatu sisi Amerika memainkan peran dengan memotong akses politik Belanda atas jajahannya di Papua dan mendorong Belanda untuk menerima rancangan diplomasi politik yang ditawarkan oleh diplomat Amerika, yaitu Elsworth Buncker yang melahirkan Dokumen Buncker dimana merancang gagasan politik penting soal penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat. Dari gagasan Buncker lahirlah UN Resolution yang terkenal dengan the New York Agreement (NYA) dimana ditetapkan prinsip-prinsip teknis tentang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 yang sangat tidak adil, tidak demokratis dan sangat diskriminatif bagi Bangsa Papua.

Selain memainkan peran diplomasi politik dalam Blok Barat, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan ekonomi atas akses-akses Sumber Daya Alam di Papua yang sangat kaya akan gas alam, deposit tambang, mineral, minyak bumi, hasil hutan, hasil laut, perkebunan dan beberapa sumber ekonomi lain yang sangat menguntungkan bagi kepentingan eksploitasi modal asing (Barat), terutama Amerika Serikat, di Papua. Sudah jelas kepentingan ekonomi tersebut, adalah Freeport McMoran Gold & Copper yang berbasis di New Orleans, salah satu perusahaan tambang terbesar di Amerika Serikat, yang dikemudian hari menjadi masalah bagi hak-hak politik Rakyat Papua. Akibat adanya intervensi politik AS terhadap Belanda mengakibatkan tidak berartinya dukungan politik Belanda atas penentuan nasib sendiri bangsa Papua dan juga dukungan AS atas klik dalam tubuh TNI-AD pada tahun 1965 – 1966 yang mematangkan kehadiran Regime Otoriter-Militeristik Orde Baru dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto menyebabkan Papua hari ini menjadi daerah aneksasi dan menjadi ladang bagi kolonisasi ekonomi dan politik serta ladang pembantaian (killing field) kemanusiaan oleh Indonesia yang dikontrol secara penuh oleh Amerika Serikat dan kepentingan-kepentingan ekonomi kelompok Kapitalis Barat.

Seperti diuraikan diatas, kehadiran Freeport Indonesia, sebagai contoh, di Papua adalah karena pertarungan kepentingan ekonomi-politik AS untuk menguasai ladang-ladang eksploitasi sumber daya alam di Papua dengan kelompok kepentinga lain. Rancangan Kontrak Karya Generasi I (KK I) PT. Freeport Indonesia yang dibuat antara RI dan Amerika Serikat tanpa keterlibatan rakyat Papua pada tanggal 7 April 1967 adalah satu kenyataan politik dimana susungguhnya PEPERA 1969 sudah ada dalam rekayasa politik AS-Indonesia untuk menganeksasi Papua sebagai wilayah jajahan Indonesia. Secara logis, pelaksanaan Kontrak Karya sebelum adanya penentuan nasib sendiri secara demokratis oleh rakyat Papua adalah merupakan diskriminasi dan tindakan politik yang sangat tidak manusiawi oleh AS – Indonesia dan perlu mendapat tekanan politik dari gerakan Papua saat ini untuk melakukan Pepera ulang atau Referendum bagi Bangsa Papua.

Disisi lain, Blok Timur (Sosialisme/Komunisme) yang dimotori oleh Uni Soviet yang juga membuka front politik dengan gerakan kiri Indonesia dan memberi dukungan politik kepada Gerakan Kiri Indonesia (PKI) dalam makna perlawanan terhadap kepentingan Kapitalisme/Imperialisme di Indonesia ternyata berdampak sangat buruk dan telah menjadikan rakyat Papua sebagai korban sejarah yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kedekatan Regime Soekarno dengan Uni Soviet dan China (Komunis) dan juga dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) untuk memblokade kepentingan ekonomi-politik AS dkk diwilayah Pasifik telah menjadi tumbal sejarah bagi rakyat Papua yang menjadi korban kepentingan ideologis tersebut. Kritik terhadap gerakan kiri Internasional maupun Indonesia saat ini adalah kesalahan mereka dalam melihat posisi dan hak-hak demokratik rakyat Papua yang harusnya juga turut diperjuangkan sebagai bagian dari perjuangan demokrasi kerakyatan diseluruh dunia.

Terlepas dari dua kepentingan idelogi yang telah menjadikan rakyat Papua sebagai korban sejarah, maka orientasi utama gerakan AMP dalam melihat peta politik Papua saat ini adalah dengan tetap menjadikan agenda Pelurusan Sejarah yang juga turut dirumuskan dalam Kongres Rakyat Papua II pada tahun 2000 sebagai salah satu Orientasi Gerakan AMP yang perlu dirumuskan secara lebih tepat dalam Stratak organisasi kita dan mengangkat isyu-isyu pelurusan Sejarah Papua dalam kampanye-kampanye politik yang kita lakukan baik di Indonesia maupun dunia Internasional, sebagai amunisi politik untuk menjalankan misi politik kita yaitu Perjuangan Pembebasan Nasional Papua.

Turunan Orientasi Perjuangan Pembebasan Nasional Papua dari Cengkeraman Neo-Kolonialisme Indonesia dan Kapitalisme / Imperialisme Internasional dalam bentuk program perjuangan AMP secara umum dapat kita simpulkan menjadi dua landasan programatik dengan satu target perubah yang harus diorganisir, yaitu:

A. Pelurusan Sejarah, dari proses politik sebelum dan setelah Pepera 1969 termasuk pelanggaran hak-hak demokratik rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri yang dipasung oleh kekuatan Neo-Kolonialis dan Imperialis.

B. Perlawanan terhadap Multi National Coorporation dengan acuan pada tindakan-tindakan politik pada masuknya modal asing di Papua dan proses eksploitasinya yang sarat pelanggaran HAM, perampasan hak ulayat Masyarakat Adat, perusakan Lingkungan Hidup dan bisnis militer yang melingkupinya.

C. Pengorganisiran Masyarakat Adat dan Buruh, Tani dan Pelajar/Mahasiswa.