Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH – Ratusan Mahasiswa Papua yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi bisu, Rabu (19/12) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Aksi bisu digelar untuk menolak maklumat Tri Komando Rakyat (Trikora) 19 Desember 1961 silam. Pada saat itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah  untuk membubarkan negara Papua Barat yang merdeka pada 1 Desember,  18 hari sebelumnya.

Isi perintah itu adalah (1) Gagalkan pembentukan Negara Papua bikinan Belanda Kolonial, (2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia, dan (3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air Indonesia.

Realisasi pertama dari Trikora adalah pembentukan Komando Operasi Militer yang diberi nama Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Komando Mandala dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 dengan komandannya Mayjen Soeharto. Salah satu tugasnya adalah merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operasi-oprasi militer dengan tujuan gagalkan negara Papua Barat dan memasukan Papua Barat ke Indonesia.

Aksi dimulai pukul 10.20 WIB dari Asrama Mahasiswa Papua “Kamasan 1” dan berjalan kaki menuju titik nol kilometer, depan Kantor Pos, Yogyakarta, tempat Soekarno membacakan Trikora.
Guyuran hujan lebat mengawal aksi bisu ini, sejak mereka keluar asrama Papua. Para demonstran terlihat mengikat kain putih bertuliskan “Freedom West Papua” lengkap dengan bendera Bintang Kejora kecil. Sementara mulut mereka diikat kain hitam. Menurut pantauan majalahselangkah.com, para demonstran tidak bersuara, tidak menyanyikan yel-yel, dan lagu.

“Ini aksi bisu, jadi kita tidak ada yang menyanyikan yel-yel. Kita buat aksi bisu ini untuk menyatakan duka kita atas rentetan kekerasan di Papua sejak tahun 1961,” kata Agus Dogomo dari Aliansi Mahasiswa Papua.

Kordinator Aksi, Phaul Hegemur mengatakan, tanggal 19 Desember 1961 Soekarno mengagalkan Negara Papua Barat yang telah dideklarasikan pada tanggal 1 Desember 1961.

Kepada majalahselanglah.com, Phaul Hegemur  mengatakan, operasi pertama dipimpin Soeharto dengan nama Operasi Madala. Kemudian, kata dia, disusul dengan Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba.

“Melalui operasi-operasi ini, banyak orang Papua telah dibantai. Kekerasan yang diawali sejak tahun 1962 itu masih  terus terjadi hingga saat ini (1962-2012) di Papua Barat. Trikora adalah awal pembataian orang Papua Barat,” kata dia.

Mahasiswa mendesak pemerintah Indonesia dan sekutunya segera mengakui Kemerdekaan West Papua pada tanggal 1 Desember 1961. Mereka juga menilai Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang melahirkan Resolusi Sidang Umum PBB No 2504 (XXIV) tentang pengesahan hasil Pepera adalah tidak demokratis dan aspiratif.

Pada salah satu point tuntutan, mahasiswa meminta segera adili pelaku pelanggar HAM di Papua Barat melalui Mekanisme Pengadilan Internasional yang berkedudukan di Den Hag Belanda. Serta,  tarik militer non organik dan hentikan kekerasan terhadap rakyat Papua Barat.

Phaul Hegemur  mempertanyakan, mengapa negara Indonesia isolasi Papua dari akses jurnalis asing dan  NGO internasional. “Kami tanya, ada apa dan kenapa Indonesia isolasi Papua dari jurnalis asing untuk memantau pembangunan di Papua Barat. Kami minta ruang bagi Jurnalis Internasional dan Pekerja HAM Internasional segera dibuka,” katanya.

Sumber : Majalah Selangkah