Kenyataan Sejarah Pergerakan Mahasiswa tahun 1960-an

Pada masa rekolonisasi akan dilakukan di Papua Barat, perlawanan secara tradisional memang belum mampu menghasilkan kemerdekaan buat bangsa Papua yang di maulai di Biak sekitar tahun 1934. Lantas segelintir Mahasiswa Papua atau lebih dikenal dengan orang-orang terpelajar yang didik oleh van Baal yang secara resmi mendirikan dan membangun kantor Gubernur perwakilan Belanda di Jayapura, Mereka yang didik pada saat itu antara lain adalah; N. Jouwe, M.W. Kaiseppo, P. Torei, M.B. Ramendey, A.S. Onim, N. Tanggakma, F.Poana dan Andullah Arfan. Mereka ini boleh dikatakan orang didikan (mahasiswa/pelajar) pertama di Papua bagian Barat yang melakukan perlawanan secara intelektual. Mereka melakukan suatu gerakan untuk mengusir penjajahan dari muka bumi Papua dengan melakukan gerakan dan menetakan anggota Dewan Nieuw Guinea Raad , serta merancang lambang-lambang negara West Papua. (Saya akan biacara seputar gerakan mahasiswa saja). Akibat dari pembacaan akan terjadi privilege dari penjajah, namun saat itu ternyata tokoh-tokoh terpelajar bangsa Papua barat itu mampu menjadi pioner dan menumbuhkan gerakan dengan cara baru yang bukan hanya memperkaya khazanah metode perlawanan namun juga membuat gerakan memperjuangkan kemerdekaan menjadi lebih efektif dan terarah. Namun sayang Ketika kemerdekaan telah direbut, ternyata arus pergerakan kaum terpelajar didalam mereka sendiri tidak bisa diredam ketika pemerintah colonial Indonesia saat itu telah menyeludup masuk dalam khubuh mereka sendiri "seperti Silas Papare DKK" yang berdampak pada perubahan melenceng dengan murni dari semangat kemerdekaan, ini yang kadang kita sebut dengan istilah kasar "oh didalam tubuh mereka ada juga judas-judas, sehingga Gerakan mereka dipatahkan oleh orang Papua itu sendiri. Karena memang saat itu kaum terpelajar kita bangsa Papua bisa dihitung dengan sepuluh jari kita. Memang ini mungkin hanya dimotori oleh beberapa orang terpelajar yang masih belajar juga, tapi ingat bahwa manuver mereka cukup dashyat, hingga saat ini sejarah bangsa-bangsa di dunia mencatatatnya.
Setelah selama hampir 5 tahun pergerakan dipatahkan, kembali pada tahun 1969, mahasiswa Papua Barat mengkonsilidasikan diri dan turun ke jalan untuk melakukan protes atas hasil Pelaksanaan Pepera 1969, kita bisa mendengar dan juga menyaksikan lewat CD, dimana riak-riak kecil protes mahasiswa dan masyarakat Papua Barat yang menemukan ada kecurangan yang terjadi pada saat pelaksanaan PEPERA 1969. Kita bisa melihat bagimana para nasional Papua merangkul beberapa mahasiswa untuk melakukan perjuangan, karena ada kecurangan dimana pihak Indonesia yang sedang memperebutkan Papua Barat justru yang melakukan PEPERA, tidak sesuai dengan kertetapan New York Agrremant yang menetapkan harus ada dibawah kendali UNTHEA. Hal ini dapat kita buktikan dengan Aksi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat Papua sebelum pepera dilakukan pada tanggal 12 Februari 1969. Dalam demontrasi ini, mereka menyanyikan lagu-lagu rohani, lagu-lagu perjuangan dan yel-yel perlawanan rakyat Papua Barat. Demonstrasi ini di Pimpin oleh Herman Wayoi dan Permenas Hans Torrey. BA. Para demonstran ini menujuh ke kediam utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar pepera harus dilaksanakan sesuai dengan perjanjian New York yakni " One Man One Vote" dan menolak keingin Indonesia untuk melaksanakannya atas asas musyawara mufakat melalui Dewan Musyawarah Pepera (DMP). Demontrasi ini mengundang amarah Indonesia, sehingga Indonesia melalui ABRI melakukan penembakan dan penangkapan terhadap para pimpinan Papua yang tidak ikut gabung dengan Indonesia. Ini adalah sejarah kelabu yang harus kita mahasiswa kritisi untuk dilakukan riviewu ulang pelaksanaan PEPEPRA 1969.
Pada aksi ini juga menuntut Pemerintah Indonesia untuk mempertanggungjawabkan penjarahan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara dan para birokrasi yang tanpa malu-malu mengambil dan mengangkut ke daerah mereka barang-barang peninggalan Belanda, seperti mesin-mesin, kulkas dan barang-barang mewah, perlengkapan militer, perabot rumah, kantor-kantor pemerintah danlainnya. Semua dokumen-dokumen Papua, baik perpustakaan sekolah maupun surat-surat penting lainnya di baker habis oleh Ali Mortopo dan pasukan ABRI lndonesia dibawah komando Soeharto atas perintah Soekarno.