PERNYATAAN SIKAP AKSI DAMAI  
"GERAKAN RAKYAT PAPUA BERSATU"  
BERSATU UNTUK PEMBEBASAN NASIONAL

 

Salam Revolusi!!
Perhelatan KRP III, sebagai wujud aktifitas demokrasi rakyat, dihadapi dengan kekuatan ribuan pasukan TNI-Polri lengkap dengan peralatan mematikan. Lapangan St. Zakeus Tauboria, Jl. Yakonde, Jl. Sosiri dan pebukitan Abepura menjadi saksi bisu dari penyerbuan alat kekerasan Negara yang sangat arogan dan tidak manusiawi dalam memperlakukan rakyat sipil yang berkumpul secara damai untuk merumuskan pikiran-pikiran politiknya.Dalam peristiwa itu, tiga orang dibunuh dengan timah panas aparat, mereka adalah Daniel Kedepa, Max Asayeu dan Yakob Samon Sabra. Sekitar tiga ratusan orang ditangkap, ratusan orang menderita luka akibat penganiayaan berat dan ringan, diantaranya ada yang menderita luka tembak. Dua hari kemudian pubik ketahui bahwa Mr. Forkorus Yaboisembut dan Mr. Edyson Waromi serta empat orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka makar.
Di Timika-Tembagapura, episode perjuangan manusia yang ingin diperlakukan adil, bebas dari penghisapan segelintir manusia juga kita saksikan. Kaum buruh yang berkeringat siang-malam meningkatkan kuota produksi perusahaan, ternyata memperoleh upah yang diskriminatif. Karena itu,  para buruh melawan dengan menggelar mogok sejak 15 September lalu untuk mendapat upah dan kesejahteraan sesuai standar Freeport di Negara lain. Dipayungi oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT. Freepoort Indonesia (SPSI PT. FI), para buruh telah menempuh berbagai langkah meski PT. FI mencoba tutup mata-telinga, mencoba merekayasa situasi dan melancarkan tindakan tidak manusiawi. Penembakan secara terang-terangan dan secara misterius kembali terjadi terhadap buruh dan masyarakat yang bersolider dan memakan korban jiwa. Pemutusan hubungan kerja sepihak, teror dan intimidasi terhahdap para buruh semakin juga dilakukan. Bahkan tahap negosiasi yang kini berjalanpun terancam gagal karena aparat keamanan sepertinya tidak sabar untuk intervensi proses ini dengan ancaman membubar paksa blockade pemogakan buruh.
Kasus perburuhan di PT. FI ini melengkapi citra Freeport di Papua sebagai kerajaan bisnis yang jahat dan tidak adil. Kontrak karyanya illegal sebab tidak pernah melibatkan representative rakyat Papua dan demi kepentingannya dunia telah mengingkari hak menentukan nasib sendiri rakyat-bangsa Papua. Yang diterima mayoritas rakyat Papua di sekitar konsensinya bukanlah kesejahteraan tapi kesenjangan sosial, penduduk asli terlihat semakin tersingkir (marginalisasi), tanah adat mereka dirampas (penyerobotan) dan aktifitas pertambangan ini sungguh mendatangkan kerusakan lingkungan yang parah. Area pertambangan raksasa inipun cocok dijuluki “tambang darah” sebab tak pernah bebas dari konflik yang berujung pada pertumpahan darah. Sebut saja praktek kekerasan oleh aparat keamanan terhadap warga sipil setempat yang tidak pernah surut atau ‘seting’ konflik horisontal. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kehadiran Freeport di tanah Amungsal itu cenderung mendatangkan rugi dibanding untung, orang Papua hanya menjadi tumbal dari keserakahan perusahaan raksasa milik kaum kapitalis ini.
Berangkat dari refleksi atas kondisi itu maka, Gerakan Rakyat Papua Bersatu  mengajak setiap insan Papua untuk rapatkan barisan dan bergabung dalam aksi mimbar bebas di Malioboro pada pukul 20.00, tanggal 18 November 2011. Aksi ini sebagai upaya untuk terus mendorong terbukanya ruang demokrasi di Tanah Papua seluas mungkin. Dan sehubungan dengan itu, GRPB  menyatakan:
1.    Mengutuk segala tindakan pelanggar HAM, tolak apapun bentuk militerisasi ditanah Papua, desak pengadilan HAM atas insiden pengejaran terhadap warga sipil pasca konggres III Rakyat Papua
2.    Mendesak intervesi internasional untuk masalah kemanusian
3.    Hentikan kerjasama Amerika Serikat dengan Indonesia dalam bidang militer
4.    Tarik militer organik dan non-organik dari tanah Papua
5.    Hentikan bisnis militer dan bisnis keamanan di Papua, hentikan campur tangan polri dalam soal perburuhan di PT Freeport Indonesia dan usut tuntas tindak kekerasan terhadap hak protes buruh PT Freeport Indonesia
6.    Manajemen PT Freeport Indonesai penuhi hak-hak buruh, jika tidak maka PT Freeport Indonesia harus di tutup
7.    Bebaskan para tahanan politik Papua tanpa syarat
8.    Tolak kapitalisasi kekayaan alam papua dan pastikan rakyat papua harus berdaulat atas kekayaan alamnya, termasuk tambang yang dikuasai PT Freeport Indonesia
9.    Rakyat papua menolak hasil-hasil KTT Asean yang mengarah ke ekxploitasi sumber daya alam milik rakyat Papua
10.  Mendesak dunia internasional dan pemerintah Indonesai membuka ruang bagi pemenuhan hak menentukan nasib sendiri bagi  rakyat/bangsa Papua.

Tanah Papua menjadi primadona rebutan kaum pemodal karena kekayaan alamnya, namun manusia dan alamnya dicabik-cabik tanpa ampun. Penderitaan akibat praktek Imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonioalisme atau neo liberalisme adalah potret dari kondisi obyektif yang sedang dialami rakyat Papua selama setengah abad ini. Kesejahteraan hanya janji, keadilan hanya mimpi belaka. Sebaliknya, rakyat masih berjalan dalam lorong gelap fatamorgana, dibanjiri peluh-darah, teror dan rasa takut, hilangnya kepastian hak hidup, hingga ancaman pemusnahan. Penyerbuan terhadap massa Kongres Rakyat Papua (KRP) III dan pergulatan buruh PT. Freeport Indonesia di Timika adalah cuplikan dari sejarah tanah ini, yang sekaligus menggambarkan wajah kapitalistik-militeristik rezim SBY-Boediono.
Sumber UmagiPapua